Pinjaman Cepat Tanpa Agunan

bisnis online

Rabu, 10 Februari 2016

Mengomentari Kolom - Kredit Sepeda Motor Penyebab Tingginya Angka Kemiskinan?

multifinance-indo - Beberapa waktu yang lalu kita sempat membaca sebuah kolom menarik di situs berita detiknews.com yang ditulis oleh Media Wahyudi Askar, Mahasiswa PhD University Manchester . Kolom ini hadir beranjak dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Financial Inclusion Insights, sebuah organisasi non profit yang fokus meneliti tentang mobile money dan digital financial service di negara yang sedang berkembang.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepemilikan sepeda motor dengan tingkat penghasilan masyarakat Indonesia. Dengan kata lain menurut Media, masyarakat miskin cenderung memiliki jumlah sepeda motor yang lebih banyak dibandingkan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas. Kolom ini cukup menarik untuk diulas karena menjelaskan secara logis fenomena yang dihadapi oleh masyarakat kelas menengah dan bawah Indonesia dalam memenuhi kebutuhan transportasinya.
Adanya kebutuhan akan moda transportasi dan kemudahan yang diberikan perusahaan penyedia jasa layanan kredit sepeda motor menyebabkan masyarakat menengah dan bawah makin terdorong untuk memiliki sepeda motor. Fakta dilapangan sering kali kita melihat bahwa satu rumah tangga dengan tampilan kondisi rumah yang seadanya memiliki lebih dari satu sepeda motor, dan rata-rata dibeli secara kredit.
Dari aspek perusahaan pembiayaan atau lembaga keuangan sendiri bukan tidak memiliki perhitungan dan analisa terkait kelayakan pengajuan kredit yang diajukan. Aturan yang tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.17/10/PBI/2015 mengenai Rasio LTV atau Rasio Financing To Value, untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor, menetapkan bahwa minimal DP yang diberikan konsumen dalam pengajuan kredit sepeda motor adalah 20%, artinya jika sepeda motor yang ingin dikredit oleh masyarakat memiliki harga OTR (on the road) Rp. 12.000.000, maka, DP yang wajib disediakan konsumen adalah 2,4jt.
Namun demikian faktanya dilapangan, uang muka yang diberikan oleh konsumen jauh lebih kecil dari angka yang sudah ditetapkan. Hal ini disebabkan karena adanya program yang diberikan oleh dealer/showroom, dengan tujuan untuk meningkatkan penjualannya. Logika matematikanya jika DP yang diberikan konsumen lebih kecil maka akan berpangaruh kepada jumlah pinjaman, karena jumlah pinjaman merupakan sisa dari harga sepeda motor dikurangi dengan DP yang diberikan, dan ditambah lagi biaya administrasi dan biaya asuransi.
Uang muka yang kecil sebenarnya tidak lantas menjadi jaminan masyarakat akan sulit membayar cicilannya. Jumlah penghasilan dan pengeluaran menjadi salah satu faktor kunci. Dalam analisa kredit hal ini biasanya menjadi pertimbangan utama. Apakah dari penghasilan konsumen masih menyisakan dana untuk membayar cicilan yang baru. Jika konsumen jujur dan tidak melakukan mark up penghasilan atau mengurangi pengeluarannya kemungkinan besar konsumen tidak akan mengalami kesulitan dalam membayar cicilan. Masalah biasanya akan terjadi jika konsumen tidak pandai menghitung penghasilan dan pengeluaran ditambah lagi analis kredit tidak mampu menggali lebih dalam tentang kondisi keuangan konsumen, sehingga pada akhirnya lembaga penyedia kredit tidak dapat mengukur kondisi keuangan konsumen yang sebenarnya dan salah dalam pemutusan kredit.
Disamping itu tuntutan proses kredit yang cepat dan kurangnya integritas pegawai perusahaan pemberi kredit seringkali menjadi faktor penyebab rendahnya kualitas pembiayaan yang diberikan. Untuk mengantisipasi kondisi yang demikian, pada dasarnya terdapat empat hal yang perlu diperhatikan,
Pertama, perlunya penerapan prinsip kehati-hatian oleh perusahaan penyedia layanan kredit. Prinsip 5C yakni Character, Capacity,Capital, Collateral dan Conditions tidak hanya sebatas teori dalam analisa kredit semata, tetapi wajib diimplementasikan dalam proses awal sampai akhir alur pemberian kredit. Penerapan prinsip ini akan menyeleksi dengan tepat siapa saja calon konsumen yang betul-betul mampu dan siapa saja yang pengajuannya dipaksakan.
Kedua, perlunya dilakukan peningkatan literasi keuangan kepada masyarakat. Peran pemerintah dan pelaku usaha sangat diharapkan dalam hal ini. Mesti ada sinergi yang kokoh dan saling menguatkan oleh semua stake holder dalam memberikan pengetahuan kepada masyarakat agar lebih melek terhadap keuangan. Paling tidak dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap pengelolaan keuangan akan mengurangi potensi terjerumusnya masyarakat kedalam situasi yang melilit mereka.
Ketiga, peningkatan integritas pegawai lembaga keuangan yang memberikan kredit. Hal ini sangat penting karena tidak sedikit kredit macet terjadi karena ulah pegawai yang tidak memiliki integritas, yang menghalalkan segala cara untuk kepentingan sesaat atau mengeruk keuntungan untuk dirinya sendiri. Penegakan integritas ini dilakukan sejak dari rekrutmen pegawai.
Keempat, meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan keuangan yang bergerak dalam bidang pembiayaan sepeda motor. Lembaga yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) khususnya pengawasan terhadap Industri Keuangan Non Bank (IKNB) yang memiliki porsi yang paling besar dalam memberikan jasa pembiayaan sepeda motor. Pengawasan yang dilakukan tentu tidak sebatas tindakan pemberian sanksi saja tetapi lebih penting lagi adalah pengawasan dalam rangka pencegahan, yakni mengurangi terjadinya peningkatan kredit macet yang merupakan muara dari proses kredit yang tidak mengindahkan prinsip kehati-hatian.
Terlepas dari aspek pengaruh gaya hidup masyarakat, peran pelaku usaha pembiayaan dan pemerintah sangat diperlukan untuk memastikan terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar